Penerapan Restorative Justice terhadap Tindak Pidana Korupsi dengan Kerugian Keuangan Negara di bawah 50 Juta

Artikel ini menjelaskan penerapan restorative justice pada kejahatan luar biasa korupsi dengan kerugian negara di bawah Rp. 50 juta.

Sofyan Hofi, S.H.

10/18/20232 min read

Restorative Justice: Pemulihan dan Perdamaian

Restorative justice merupakan kebijakan hukum pidana yang bertujuan untuk memberikan pemulihan kepada korban. Pendekatan ini melibatkan pelaku/tersangka, korban dan pihak lain serta Aparat Penegak Hukum yang mempunyai keterkaitan. Aparat Penegak Hukum yang dapat melakukan upaya restorative justice adalah Penyidik dan Penuntut Umum sebagaimana dalam Peraturan Kepolisian Negara Nomor 8 Tahun 2021 tentang Penanganan Tindak Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif dan Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.

Tindak Pidana Korupsi dan Masalahnya

Tindak pidana korupsi merupakan suatu perbuatan yang mengakibatkan kerugian keuangan negara. Sayangnya, keuangan negara yang seharusnya dinikmati oleh masyarakat sering kali dikorupsi, menyebabkan pelaku korupsi yang meraih manfaat, sementara masyarakat yang seharusnya mendapat manfaat tersebut terabaikan. Perbuatan korupsi dilakukan oleh seorang pejabat dengan beberapa bentuk yaitu merugikan keuangan negara, suap-menyuap, penggelapan dalam jabatan, pemerasan, perbuatan curang, benturan kepentingan dalam pengadaan dan gratifikasi. Dengan demikian, perbuatan dapat dikatakan sebagai perbuatan korupsi ketika ada kerugian negara dan/atau dilakukan oleh seorang pejabat.

Penggunaan Restorative Justice dalam Kasus Korupsi

Menurut Kepala Kejaksaan, ST Burhanuddin “Kejaksaan Agung telah memberikan imbauan kepada jajaran untuk tindak pidana korupsi kerugian keuangan negara di bawah Rp 50 juta untuk diselesaikan dengan cara pengembalian kerugian keuangan negara”.[1] Berdasarkan atas pendapat tersebut, upaya restorative justice dapat diberlakukan terhadap tindak pidana korupsi dibawah 50 juta. Salah satu kasus tindak pidana korupsi dibawah 50 juta yaitu Putusan Nomor 16/Pid.SusTPK/2017/PN.Pbr. Putusan tersebut menyatakan bahwa terdakwa JS bersalah melakukan tindak pidana korupsi yang mengakibatkan negara mengalami kerugian sebesar Rp. 40.500.000 (Empat Puluh Juta Lima Ratus Ribu Rupiah).

Mengapa Restorative Justice Diperlukan dalam Kasus Korupsi?

Alasan mendasar restorative justice harus diberlakukan terhadap tindak pidana korupsi dibawah 50 juta yaitu Lembaga Pemasyarakatan sudah overkapasitas, penanganan kasus korupsi lebih mahal dari pada kerugian keuangan negara dan perkara yang ditangani oleh aparat penegak hukum cukup tinggi. Berdasarkan informasi yang diwarta Hukumonline, “Penanganan biaya perkara tindak pidana korupsi pada tahap Penyelidikan sebesar 25 juta, Penyidikan 50 juta, Penuntutan 100 juta dan tahapan eksekusi 25 juta, Sehingga apabila ditotal penanganan satu perkara tindak pidana korupsi mecapai 200 juta.[2]

Pentingnya Pengkajian Lebih Lanjut

Sesuai dengan penjabaran diatas, upaya restorative justice seharusnya dapat diberlakukan terhadap tindak pidana korupsi dibawah 50 juta. Akan tetapi menjadi problematika ketika Pasal 4 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 masih berlaku karena pasal tersebut menjelaskan bahwa pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara tidak menghapus dipidananya pelaku tindak pidana, terlebih, penerapan upaya restorative justice harus ada korban. Menentukan korban dalam tindak pidana korupsi masih menjadi sebuah problematika hukum jika dikaitkan dengan restorative justice. Jika yang menjadi korban adalah masyarakat, maka penerapan restorative justice sulit diterapakan karena masyarakat menganggap perbuatan korupsi merugikan masyarakat.

Dalam kasus korupsi di bawah 50 juta, perlu ada pengkajian lebih lanjut, baik dari sudut pandang yuridis maupun fakta di lapangan, untuk menentukan apakah upaya restorative justice dapat diterapkan. Hal ini juga mencakup definisi siapa yang dianggap sebagai korban dalam konteks tindak pidana korupsi, yang menjadi tantangan dalam penerapan restorative justice karena dampaknya yang merugikan masyarakat pada umumnya.

References:

  1. https://www.hukumonline.com/berita/a/mau-tahu-biaya-penanganan-perkara-korupsi-simak-angka-dan-masalahnya-lt5733f0ea01aea/

  2. https://news.republika.co.id/berita/r6faw5436/jampidsus-korupsi-dibawah-rp-50-juta-tak-serta-merta-tanpa-hukuman